Menempa Diri di Hutan Larangan Merapi (Cerita Silat Harimau Merapi Jilid 14)

 


"Kalau boleh tahu, siapakah nama dari guru Datuk Rajo Awan Eyang, dan jurus apa yang paling hebat yang dimiliki beliau?" tanya Adinata. "Seingatku namanya Datuk Marajo Sati. Ia memiliki jurus sembilan harimau bayangan yang sukar untuk dikalahkan, dahulu kami bertarung dan hasilnya imbang, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang" jawab Eyang Jagratara panjang lebar. "Lalu apakah nasihat guru agar aku dapat mengalahkan datuk rajo awan, setidaknya dapat mengimbanginya?" tanya Adinata. "Kali ini eyang juga tidak tahu jawabannya cucuku, tapi aku percaya dengan kecerdasanmu, tentu kamu dapat memecahkan persoalan ini" jawab eyang jagratara. "Baiklah eyang, saya paham sekarang. Yang penting saya mohon doa restu dari eyang agar ikhtiyarku berhasil" kata Adinata. "Doaku selalu menyertaimu nak, semoga semua yang kamu cita-citakan dapat berhasil" kata eyang jagratara mendoakan Adinata.

"Eyang, kalau boleh tahu, bagaimanakah gambaran kedahsyatan jurus harimau bayangan itu?" tanya Adinata penasaran. "Begini Nak, setelah kami berdua lelah bertempur dari pagi hingga petang, aku tidak sabar untuk segera menyelesaikan pertarungan. Untuk itu aku mengeluarkan ilmu andalan perguruan kita, jurus getar bumi. Tidak disangka, Datuk Marajo Sati dapat mengimbanginya dengan jurus sembilan harimau bayangan. Dalam suasana remang di sore hari, Datuk Marajo Sati seolah-olah berubah menjadi harimau yang kelaparan, ia menyerangku dengan ganas, dan hebatnya lagi, seolah-olah muncul sembilan harimau lagi yang turut menyerang sehingga eyang sampai kewalahan untuk menangkis serangan dan jual beli serangan. Untunglah eyang mempunyai jurus getar bumi yang dapat membuyarkan formasi sembilan harimau tersebut namun eyang tetap saja tidak dapat mengalahkannnya" Eyang jagratara bercerita panjang lebar.
 
"Oh, begitu ceritanya eyang, ananda harus lebih berhati-hati, kemungkinan besar muridnya Datuk Rajo Awan  kemampuannya jauh lebih hebat, ananda juga harus meningkatkan kemampuan" kata Adinata. "Benar sekali cucuku, kamu harus meningkatkan kemampuanmu, syukur-syukur kamu mampu menciptakan jurus baru yang mampu menandingi kehebatan jurus sembilan harimau bayangan, saya percaya kamu bisa" kata eyang jagratara memberi semangat pada Adinata yang sudah dianggap seperti cucunya sendiri.

"Cucuku Adinata, berlatihlah menempa diri di hutan larangan, disana tidak akan ada manusia yang menganggumu karena tempat tersebut sangat sepi dan jauh dari keramaian. Tidak sembarang orang berani memasuki hutan larangan karena dianggap angker" nasihat Eyang Jagratara. "Baiklah eyang, dengan restu eyang, ananda akan berlatih dan menempa diri disana" jawab Adinata mantap. "Bagus cucuku, buatlah jurus baru yang mampu mengalahkan jurus sembilan harimau bayangan, restuku menyertaimu" berkata Eyang Jagratara. "Terimakasih eyang, dengan restu eyang, ananda dapat melangkah dengan mantap tanpa keraguan" berkata Adinata lagi.
Dengan langkah mantap tanpa ragu, Adinata segera memasuki hutan larangan. Hutannya cukup lebat dengan banyak pohon besar karena sangat jarang sekali diinjak oleh manusia biasa. Hanya orang pemberani yang berani memasuki hutan larangan. Setibanya ditengah hutan, ternyata di sana ada gua kecil yang bisa digunakan untuk beristirahat. Di dekat gua ada tempat yang sedikit lapang yang bisa digunakan untuk melatih jurus baru. Adinata memutuskan untuk berlatih dan menempa diri disitu. Tanpa menunda-nunda waktu ia segera membersihkan gua sebagai tempatnya berlindung dan juga membersihkan tempat untuk berlatih.

Dipagi harinya Adinata telah bersiap untuk berlatih mempersiapkan diri menghadapi pertandingan silat melawan pendekar Andalas. Adinata belum mendapatkan ilham untuk jurus baru. Untuk itu ia berlatih menggunakan jurus getar bumi yang diciptakan oleh Eyang Jagratara. Namun Adinata tidak sampai menggunakan sampai ketingkatan tertinggi dari jurus getar bumi selama berlatih karena niatnya memang untuk latihan, tidak untuk sebuah pertarungan. Namun meskipun begitu efeknya sungguh terasa, tanah disekitar ia berlatih bergetar hebat dan pohon-pohon bergoyang. Burung-burungpun beterbangan.

Namun ketika Adinata sedang berlatih, tiba-tiba datang segerombolan harimau muda yang berjumlah sekitar 7 ekor yang ternyata dipimpin oleh Si Loreng yang kini sudah beranjak dewasa dan tampil gagah perkasa. Adinata menyambutnya dengan gembira kehadiran Si Loreng namun tak disangka, Si Loreng langsung menyerangnya dengan ganas dengan disusul oleh rekan-rekannya. Adinatapun terkejut namun ia segera mempersiapkan diri. Ia berusaha menhindar dari cakaran dan gigitan dari gerombolan harimau muda itu, namun karena jumlahnya sangat banyak ia tidak bisa menghindar. cakaran dan gigitan gerombolan harimau muda itu. Adinatapun sudah pasrah akan nasibnya. Adinatapun berusaha membalas serangan sejadi-jadinya namun hampir semua serangannya tidak mengenai sasaran.

Namun Adinata mulai menyadari hal yang aneh. Ternyata gerombolan harimau muda yang dipimpin si Loreng itu tidak melukainya sama sekali. Meskipun Adinata sudah terkena cakaran atau gigitan ia baik-baik saja. Setelah Adinata memperhatikan, gerombolan harimau muda itu tidak mengeluarkan kuku ketika menyeranganya, dan ketika menggigitnya, hanya baju yang dirobek. Maka pakaiannya menjadi compang-camping. Namun untunglah Adinata membawa bekal pakaian dan makanan yang cukup. Adinatapun mengambil kesimpulan bahwa gerombolan harimau muda yang dipimpin oleh si loreng itu sedang mengujinya, setidak-tidaknya menjadikannya kawan berlatih.

Keesokan harinya Si Loreng dan kawan-kawannya datang lagi. Namun kali ini Adinata sudah mempersiapkan diri. "Loreng, maafkan aku, aku akan mengeluarkan seluruh kemampuanku, menyerahlah, jangan sampai kamu terluka" kata Adinata. Si Loreng mengangguk-angguk seolah paham dengan perkataan Adinata. Namun tidak disangka Si Loreng dan enam rekannya kelihatan bersiap-siap untuk menyerangnya kembali.

Kali ini Adinata tidak mau menjadi bulan-bulanan serangan Si Loreng dan gerombolannya, Iapun segera menggunakan ilmu puncak dari jurus getar bumi. Seketika tanah bergetar hebat, burung-burung beterbangan, pohon-pohon bergoyang-goyang bahkan ada yang tumbang. Tidak lupa Adinata menggunakan sarung tangan kulit pemberian Nini Wilis dari hutan mangunan. Rupanya Adinata juga akan menggunakan jurus sengatan listrik gunung api purba. Mengetahui Adinata telah mengeluarkan jurus getar bumi bahkan sampai tingkatan terakhir, Si Loreng tetap tenang. Ia seolah-olah memberi aba-aba kepada gerombolannya untuk bersiap menyerang.

Tidak berapa lamapun Si Loreng mengaum dengan suara yang menggelegar menyeramkan. Adinatapun bahkan sampai bergidik mendengar suaranya. Tiba-tiba Si Loreng dan keenam kawannya langsung menyerang dengan ganas. Kali ini tidak main-main, gerombolan harimau itu mengeluarkan kukunya untuk menyerang Adinata. Namun dengan zirah ditangannya Adinata menangkis setiap cakaran dari Si Loreng dan gerombolannya namun tetap saja ada beberapa serangan yang mengenai badannya.

Menyadari hal ini, Adinata lalu meloncat menjauh. Kemudian Ia menyiapkan ilmu andalannya sengatan listrik gunung api purba. Ketika Si Loreng dan kawan-kawannya akan menyerang kembali, Adinata segera melontarkan jurus sengatan listrik gunung api purba. Akan tetapi Ia mengarahkannya ke tanah di depan Si Loreng dan kawan-kawannya. Seketika tanah di depan Si Loreng menjadi menghitam dan seolah menjadi debu. Ketika Si Loreng masih terbengong-bengong, bersamaan dengan itu Adinata meloncat dengan cepat lalu menangkap kawan Si Loreng satu persatu dan melemparkan jauh darinya tanpa melukainya. 

Melihat kawan-kawannya dilempar satu persatu oleh Adinata, Lorengpun berlari menjauh. Adinata berpikir loreng pergi mungkin karena ketakutan, namun ternyata ia salah. Si loreng ternayat kembali dengan segerombolan harimau dewasa berjumlah 10 ekor yang dipimpin oleh sepasang induk dari si loreng. Si lorengpun datang dengan bangganya. Tanpa basa-basi sepuluh ekor harimau dewasa itu sudah bersiap-siap menyerang Adinata pemimpin perguruan silat Harimau Merapi. Adinatapun menghela napas panjang. "Hem, hari ini akan terasa lama sekali" gumamnya. Sepuluh harimau dewasa itu seolah-olah membentuk formasi. Mereka bersiap menyerang Adinata. 

Adinatapun mencoba menenangkan diri. Ia tidak mau gegabah mengambil keputusan. Ia menunggu serangan. Namun ia telah bersiap-siap dengan jurus sengatan listrik gunung api purba. Tangannya yang dilindungi zirah kulit khusus pemberian nini wilis berkilat-kilat seolah-olah penuh muatan listrik. Induk Si Lorengpun mengaum keras sekali sambil melompat menyerangnya. Seolah diberi aba-aba, harimau yang lain turut menyerangnya. Namun Adinata menyadari, bahwa sepuluh harimau itu seolah-olah memperagakan jurus tertentu yang masih asing dalam sepengetahuannya. Kesepuluh harimau itu bisa meloncat, berguling, merunduk, menyerang dan menghindar dengan lincahnya. Sepuluh harimau dewasa itu sepertinya mengajak perkelahian jarak dekat. Hal inilah yang menyulitkan Adinata karena ia diserang oleh sepuluh ekor harimau sekaligus.

Dengan gerakan secepat kilat, ia membuat gerakan tangan berputar ke atas dan kesamping untuk melindungi dirinya. Karena ia juga sudah siap dengan jurus sengatan listrik purba dimana ada kilatan-kilatan listrik di tangannya yang memakai zirah terbuat dari kulit khusus, maka gerakan Adinata itu sontak menimbulkan semacam perisai api yang melindungi Adinata. Kesepuluh harimau itupun meloncat mundur karena kaget dengan perisai api. Adinatapun terkejut dengan ketidaksengajaannya. "Hmm, sepertinya aku menemukan jurus baru, perisai api" batin Adinata girang dalam hati.

Kesepuluh harimau itu meloncat mundur akan tetapi masih dalam posisi mengepungnya. Mereka mengitarinya untuk mencari celah agar bisa menyerang Adinata "Hmm, kalau begini, aku bisa-bisa kehabisan tenaga, aku harus segera mencari cara untuk bisa mengalahkan kesepuluh harimau ini" kata batin Adinata. Harimau-harimau itu beberapa kali berusaha menyerangnya namun berulangkali meloncat menjauh karena takut terkena perisai api Adinata.

Adinatapun berpikir keras. Ia harus segera menemukan cara untuk mengalahkan kesepuluh harimau itu karena jurus perisai api ternyata cukup menguras tenaganya. "Hmm, aku harus melawan mereka seperti mereka menyerangku yaitu dengan jurus yang mirip cakar harimau. Namun karena mereka jumlahnya sepuluh ekor gerakanku harus cepat hingga seolah-olah aku mempunyai banyak cakar harimau" kata hati Adinata berpikir. 

Adinatapun teringat ilmu meringankan tubuh yang diajarkan oleh Ke Gede Aryaguna Bopo dari Ambarwati  salah satu calon istri dari Adinata. Dengan ilmu meringankan tubuh yang telah dikuasainya, Adinata dapat bergerak dengan sangat cepat. Iapun mempersiapkan diri. Ketika ke sepuluh harimau itu sekali lagi melompat dan menyerangnya secara bersamaan, kali ini Adinata tidak menggunakan jurus perisai api yang baru saja dikuasainya. Namun ia bergerak dengan cepat menggunakan jari-jari tangannya yang mengembang seperti cakar harimau menyambut setiap serangan dari harimau yang menyerangnya. Dengan kecepatan dan kekuatan yang mengagumkan, jari-jari Adinata yang mengembang seolah-olah menjadi ratusan bahkan ribuan cakar harimau yang membalas menyerang kesepuluh harimau dewasa yang menyerangnya. Kesepuluh harimau itupun terkejut menyadari bahwa Adinata telah menguasai jurus barunya seribu cakar harimau yang sangat menakutkan bagi mereka. Akhirnya kesepuluh harimau itupun lari tunggang langgang ketakutan.

Kembali ke padepokan lereng merapi, Ambarwati dengan giat melatih 4 adik seperguruan dari Adinata yaitu Bhadrika, Nismara, Wilalung dan Indraswari. Ternyata di padepokan juga telah hadir murid dari Ki Adanu dari padepokan tebing breksi  yaitu Bayuaji, Abiyasa, Admaja dan Danurdara. Mereka juga turut berlatih jurus getar bumi dibimbing oleh Ambarwati. Namun meskipun semuanya baru belajar pertama kali nampaknya Abiyasa dari padepokan tebing breksi dan indraswari dari padepokan lereng merapilah yang nampak mempunyai kemajuan yang luar biasa dalam belajar jurus getar bumi. Jurus getar bumi akan semakin hebat jika dimainkan oleh sepasang pendekar. Ambarwatipun mengambil kesimpulan bahwa Abiyasa dan Indraswari akan dilatih secara khusus agar dapat menerapkan jurus getar bumi secara berpasangan sehingga didapatkan hasil seperti yang diharapkan.

Keduanyapun sering berlatih berpasangan dibawah bimbingan Ambarwati. Namun lama kelamaan, benih-benih cinta mulai muncul diantara keduanya. "Kakang Abiyasa, kalau latihan jangan meleng ya, kenapa kamu perhatikan nimas indraswari terus?" tegur Ambarwati sedikit menggoda kakak seperguruannya. "Aduh, Nimas Ambarwati ini lho, bikin keki saja" jawab Abiyasa sambil sedikit tertunduk malu. Indraswaripun tersenyum-senyum karena ia juga ada rasa dengan Abiyasa. "Iya kakang Abiyasa, kita harus tekun berlatih supaya jurus yang kita latih dapat mendekati sempurna" berkata Indraswari dengan ceplas-ceplos. Indraswari orangnya memang ceria dan apa adanya. Namun sebenarnya hatinya sangat baik dan lemah lembut. "Itu dengarkan kakang, malu kan sama pujaan hati kalau malas berlatih" kata Ambarwati menyahut ucapan Indraswari. "Baik-baik, laki-laki memang selalu salah dimata perempuan" berkata Abiyasa sambil sedikit bercanda. "Nah, situ tahu" kata Ambarwati dan Indraswari hampir bersamaan. Ketiganya lantas tertawa terbahak-bahak.

Kembali ke hutan larangan Merapi. Adinata nampaknya sedang berlatih serius dengan jurus barunya. Ia berpikir keras bagaimana agar jurus perisai api tidak menguras tenaganya, namun ia ternyata belum menemukan jalan keluarnya. Tenaganya dengan cepat akan terkuras habis jika ia menggunakan jurus perisai api. Iapun juga melatih jurus seribu cakar harimau yang baru saja ia ciptakan. Sebenarnya jurus cakar harimau hampir mirip dengan jurus sengatan listrik gunung api purba namun jurus seribu cakar harimau lebih cocok untuk pertarungan jarak dekat sedangkan untuk jurus sengatan listrik gunung api purba dapat digunakan untuk pertarungan jarak jauh.

Setelah berhari-hari berlatih, pagi ini Adinata akan kembali melatih jurus seribu cakar harimau yang belum lama diciptakannya. Ia mengatur pernapasan dan memusatkan energi ke jari-jari tangannya yang mengembang seperti layaknya cakar harimau. Kali ini ia memusatkan targetnya pada pohon pinus besar yang ada di hadapannya. Tangannya berkilat-kilat seolah-olah penuh energi listrik yang melingkupinya dan dalam hitungan detik ia melompat ke depan pohon pinus besar di hadapannya dan mengoyak-koyak dengan tangannya. Luar biasa pohon pinus besar itupun langsung tumbang. Namun ternyata bahaya lain menghadang. Pohon pinus besar itu ambruk menuju ke arahnya dan akan menimpanya. Menyadari hal itu sontak Adinata mengerahkan jurus perisai api tanpa disengaja dan langsung mengoyak-koyak batang pohon pinus besar yang akan menimpannya menjadi hancur berkeping-keping.

Tanpa disadari oleh Adinata, ketika ia menggunakan jurus perisai api dan seribu cakar harimau secara hampir bersamaan, ternyata sarung tangan pemberian dari nini wilis telah robek dan sudah tidak bisa digunakan lagi. Namun anehnya kekuatan dari sarung tangan itu seolah-olah telah menyatu dengan dirinya. Adinatapun juga tidak merasakan kelelahan ketika menggunakan jurus perisai api yang baisanya menguras tenaganya. Menyadari hal ini Adinata tersenyum dan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Bersambung

Posting Komentar

0 Komentar