Senyum manis anak penjual mie godog (bagian 1)

 



Pagi-pagi sekali aku berangkat ke ladang. Biasa pekerjaan rutin sehari-hari memberi pakan ayam. Kebetulan aku punya ternak ayam meskipun tidak banyak tapi lumayanlah bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hariku. Aku memilih memelihara ayam kampung karena harganya cukup mahal, banyak yang suka dan ayam tidak mudah sakit. Untuk pakannya seadanya saja, sisa-sisa makanan, dedak, beras yang paling murah, jagung, sisa-sisa sayuran dan lain-lain. Seadanya sajalah. yang penting rutin diberi makan. Oh ya tidak lupa air minum ayam juga harus diperhatikan. Minimal satu hari sekali air minum harus diganti. Intinya jagan sampai ayam mati kehausan terutama di  musim kemarau.

Untuk pemasaran ayam kampung aku sudah ada langganan. Beliau namanya Mbah Kromo dari Gunungkidul. Ia membuka usaha mie godog di kampungku. Letaknya di pojok kampung dekat lapangan futsal. Kebetulan di depan warung ada jalan besar yang beraspal. Jadi banyak orang yang lalu lalang sehingga warung mie godognya selalu ramai. Kebetulan masakannya memang enak dan nagih banget.

Mbah Kromo berjualan ditemani anak laki-lakinya Pak Giyanto dan mantunya bu darsih. Tiap sore hari warung mie godoknya mulai ramai. Sebetulnya menunya tidak hanya mie godok saja, namun ada mie goreng, mie magelangan, tempe mendoan, capcay jawa. Juga aneka minuman seperti kopi, teh dan susu jahe. Mbah Kromo biasanya berjualan dari sore hari menjelang Magrib sampai habis biasanya sekitar pukul sepuluh malam.

Aku biasanya menyetor ayam kampung setiap hari sekitar jam 3 sore habis Asar. Ayam kampung aku setor sudah dalam keadaan bersih, sudah disembelih dan sudah dibersihkan dari bulu dan kotoran ayam. Biasanya yang menerima setoran ayamku kalau nggak Mbah Kromo ya Pak Giyanto atau Bu Darsih. Namun hari ini aku agak suprise, karena ketika aku menyetorkan ayam ada seorang gadis manis usia sekitar 17 tahun yang sedang membantu mencuci piring untuk persiapan berjualan. Dan ia menyapaku dengan ramah. "mau ketemu siapa mas?" tanyanya dengan sopan namun terdengar sangat syahdu ditelingaku. Aku tidak mendengarnya malah terpukau oleh kecantikannya yang natural khas anak desa. "Mas, mau ketemu siapa?" tanyanya lagi. "Oh ya, saya mau menyetorkan ayam" jawabku agak terbata-bata. Kenapa aku jadi cupu begini. Terus terang aku malu banget. "Oh Mas Bagas ya, tadi Simbah pesan kalau ada yang menyetorkan ayam suruh diterima saja" jawabnya. "Oh begitu ya, kalau boleh tahu memang Simbah dimana?" tanyaku. "Kebetulan tadi habis kerokan terus istirahat mas, baru tidak enak badan" terang gadis itu. "Oh begitu ya, kalau boleh tahu namamu siapa?" tanyaku. "Namaku Wulan mas" jawabnya. "Oh, perkenalkan namaku Bagas" jawabku sambil memperkenalkan diri.

Bersambung



Posting Komentar

0 Komentar