Senyum manis anak penjual mie godog (bagian 3)


Aku dan Wulan berjalan dengan santai menuju ke peternakan ayam kampungku. Lebih tepatnya kandang ayam sih karena belum banyak ayam kampung yang diternakkan. "Kalau aku jalan sama kamu, nanti ada yang marah tidak?" tanyaku. "Tidak ada yang marah mas Bagas, aku kan masih single, belum punya pacar lagi" jawab Wulan dengan lugas seolah tahu maksudku. "Ah, yang benar, masak cewek secantik kamu masih jomblo, nggak percaya aku" kataku sedikit menggoda. "Beneran deh, atau mas bagas mau jadi pacarku?" tanya Wulan mengagetkanku. "Mau banget" jawabku sambil tersenyum.

"Usia mas bagas berapa sih, kalau boleh tahu?" tanya Wulan tiba-tiba. "Usiaku 25 tahun dik" jawabku dengan polos. "Wah, sudah saatnya nikah itu mas" kata Wulan antusias. "Maunya sih gitu dik, tapi aku belum ada calon, nggak ada yang mau sama aku" kataku sedikit bercanda. "Ah, yang boong, aku mau lho nikah sama mas" tiba-tiba Wulan berkata begitu tanpa aku duga-duga. "Ah, kamu jangan bercanda dik, kalau aku baper bagaimana?" kataku sedikit berharap. "Ha ha ha, bercanda mas, tapi kalau memang serius, hayuk gass, minta restu papa mama" jawab Wulan sembari tersenyum memandangku.

"Memang mas bagas cita-citanya apa sih kalau Wulan boleh tahu?" tanyanya. "Cita-citaku sebenarnya sederhana dik, aku ingin punya peternakan ayam kampung yang maju dan mempunyai banyak tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran, selain itu aku juga ingin punya warung ayam goreng dan mempunyai banyak cabang dimana-mana" jawabku panjang lebar. "Aamiin, semoga cita-cita mas bagas cepat terkabul" doa Wulan. "Dik, kamu mau tidak menemani aku berjuang untuk mencapai cita-citaku hingga kita bisa sukses bersama?" tanyaku. "Aku mau banget mas, apalagi kamu mau halalin aku" jawab wulan yang membuat hatiku dag  dig dug tak karuan. 

Bersambung

 

Posting Komentar

0 Komentar